Selasa, 06 September 2011

ASAL MUASAL LAHIRNYA WARUNG ANGKRINGAN






Asal Muasal Lahirnya Warung Angkringan
Penulis : Adinda Putri
Kamis-18maret2010

MediaIndonesia-MARAKNYA warung 'Angkringan' di Jakarta dan beberapa kota di tanah air, rupanya tidak bisa dilupakan begitu saja mengenai asal muasal tempat makan bersahaja yang pertama kali muncul di Yogyakarta sekitar tahun 1950-an ini.

Berasal dari kata angkring atau nangkring yang dalam bahasa Jawa berarti duduk santai. Konsep warung ini berbentuk gerobak yang atasnya dilapisi dengan terpal atau tenda plastik. Ciri khas lainnya adalah warung makan Angkringan ini mulai beroperasi mulai siang hingga subuh dini hari.

Warung makan yang dahulunya sebagai tempat beristirahat rakyat kecil yang umumnya berprofesi sebagai supir, tukang becak dan delman, seiring perkembangan waktu malah makin digemari oleh beragam lapisan masyarakat, mulai dari mahasiswa, seniman, pegawai kantor, hingga pejabat.

Menu paling digemari dari warung Angkringan tentu saja adalah Nasi Kucing (yang dalam bahasa Jawa disebut Sego Kucing). Sebagai menu tambahan, biasanya ada disediakan tempe sambal kering, teri goreng, sate telur puyuh, sate usus, sate ceker, dan ikan bandeng. Sedangkan untuk minuman, umumnya menjual wedang jahe, susu jahe, teh manis, air jeruk dan kopi.

Jika Anda berkesempatan ke Yogyakarta, Anda harus datang ke warung Angkringan Lik Man yang punya minuman spesial yaitu kopi joss. Yang membedakan kopi ini dengan yang lainnya adalah saat penyajiannya. Pada saat akan dihidangkan gelas kopi dicelupkan arang panas yang menimbulkan bunyi jossss.

Lesehan
Angkringan Lik Man yang berada di Jalan Pangeran Mangkubumi (sebelah utara Stasiun Tugu), Yogyakarta inilah yang banyak diminati oleh penduduk lokal maupun wisatawan. Sangking banyak peminatnya, maka jangan heran, jika Anda ke sana, banyak menemukan puluhan orang sedang lesehan karena area angkringan tersebut sangat sempit.

Keberhasilan Warung Lik Man juga tidak lepas dari sang ayah, Pairo, seorang lelaki tua asal daerah Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Tidak mendapati lahan subur yang dapat diandalkan untuk menyambung hidup, maka sekitar tahun 1950-an mbah Pairo mengadu nasib ke Yogyakarta.

Di awal kemunculannya, mbah Pairo tidak langsung mengunakan gerobak melainkan dipikul langsung olehnya. Perjuangan tidak kenal lelah itulah yang menghantarkan usahanya berhasil hingga saat ini, dan pada tahun 1969 usahanya diwariskan kepada anaknya Lik Man.

Sangking banyak penggemarnya, warung Angkringan Lik Man kini telah dijadikan ikon wisata kuliner di Kota Gudeg tersebut. (*/OL-08)

Selasa, 30 Agustus 2011

" IDULFITRI DAN KEHIDUPAN BARU " oleh T.GUNAWAN RAZUKI , BUMIAYU


Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin, Bandar Seri Begawan Brunei


Lebaran th 2007 di KBRI Yangon Myanmar


Selamat Hari Raya Idulfitri, Mohon Maaf Lahir Bathin


Masjid Sultan Hasanal Bolkiah, Bandar Seri Begawan Brunei


Sholat Idulfitri di Moskow



" IDULFITRI DAN KEHIDUPAN BARU " oleh T.GUNAWAN RAZUKI, BUMIAYU

HARI Raya Idul Fitri datang lagi. Umat Islam di
seluruh dunia merayakannya dengan ritus dan tradisi
masing-masing. Idul Fitri menandai berakhirnya ibadah
puasa Ramadan, sekaligus mengawali kehidupan baru yang
lebih baik daripada kehidupan sebelumnya.

Umat Islam di Indonesia merayakan Idul Fitri dengan
tradisi berlebaran yang semarak. Di antara sanak
keluarga dan sesama muslim saling mengunjungi,
bermaafan, dan bersilaturahmi. Semuanya selalu
berlangsung indah, rukun, dan damai. Segala kesalahan,
kekhilafan, dan prasangka buruk dilebur dalam semangat
Idul Fitri.

Warga yang tinggal di kota pulang ke desa, mudik,
untuk menemui sanak keluarganya. Ada yang dengan
gampang mudik, tapi banyak di antara mereka yang harus
berjuang keras mengatasi berbagai kendala untuk
menemui sanak saudara di kampung halaman. Tradisi
mudik dan bersilaturahmi pada akhirnya tidak hanya
menjadi milik umat Islam. Umat agama lain pun dengan
sukarela ikut merayakannya. Mudik di Idul Fitri tidak
hanya milik umat Islam, tapi menjadi bagian dari
tradisi bangsa Indonesia.

Dari perspektif kebangsaan, Idul Fitri menjadi perekat
ampuh persatuan antarumat Islam, antara masyarakat di
perkotaan dan pedesaan, bahkan antarumat beragama.
Uluran tangan, saling memaafkan, menjadi pemandangan
selama Idul Fitri dan hari-hari selanjutnya di
rumah-rumah dan perkantoran.

Dari perspektif ekonomi, tradisi mudik secara tidak
langsung menciptakan trickle down effect. Peredaran
uang, yang selama setahun lebih banyak berputar di
perkotaan, sesaat di keramaian Idul Fitri bergeser ke
pedesaan. Di kalangan umat Islam sepanjang Ramadan
juga berlangsung pemberian zakat fitrah dan penyaluran
sedekah dari golongan yang mampu kepada fakir miskin,
kaum duafa, dan yatim piatu.

Kondisi damai, saling membantu, saling memaafkan, dan
saling mengasihi selama Idul Fitri sungguh
menyejukkan. Alangkah indahnya jika kondisi ini tidak
berhenti di sekitar Idul Fitri, tetapi berlangsung
terus sepanjang tahun. Harapan ini tidak berlebihan
karena Islam mengajarkan kualitas ibadah Ramadan
seseorang akan tecermin dalam kehidupan nyata pada
hari-hari setelah Idul Fitri. Tiada arti ibadah selama
satu bulan suntuk apabila di hari-hari setelah Ramadan
berlalu tidak ada peningkatan kualitas ibadah,
termasuk ibadah sosial.

Jika harapan itu terwujud, itulah berkah Ramadan dan
Idul Fitri, sekaligus sumbangsih umat Islam terhadap
penciptaan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh
bangsa. Hal itu juga menunjukkan Islam benar-benar
rahmatan lil 'alamin, memberi rahmat bagi seluruh
alam.

Di saat bangsa ini tengah mengalami kebuntuan untuk
keluar dari krisis multidimensi, nilai-nilai Ramadan
dan Idul Fitri bisa menjadi salah satu 'terapi'
terbaik. Tentu, syaratnya, nilai-nilai itu
diaktualisasikan sungguh-sungguh dalam kehidupan.
Nilai-nilai Ramadan dan Idul Fitri selain mengajarkan
saling memaafkan dan saling mengasihi, juga
mengajarkan kejujuran, toleransi, kehidupan yang
bersih, dan semangat kesederhanaan.
Selamat Idulfitri, Mohon Maaf Lahir dan Bathin
( OLEH : T.GUNAWAN RAZUKI .....dikeheningan malam sayup-sayup terdengar suara takbir yang indah.... allahuakbar..allahuakbar...allahuakbar....)